Kamis, Mei 29, 2008

Katisen Tur Nganggo Tenan (3)


LOKASI syuting Hujan di Hati Stephie berikutnya tetap di daerah Banyumanik. Kali ini di rumah Bu Aning, Jln Durian Utara II. Rumah besar dengan halaman cukup luas. "Kita akan seharian penuh di sini. Adegan hujan-hujanan Odi dan Stephie kita ambil di sini juga nanti malam," kata Om Handry TM, sutradara.

Syuting dimulai agak siang karena para "artis" sekolah dulu. Gimana-gimana juga, pendidikan lebih penting ketimbang syuting (haiyah!). Sembari nunggu mereka datang, sutradara minta Om Sioe ngesyut dedaunan yang tersiram hujan. Om Diek Susanto, astrada yang ngrangkep jadi art director apa adanya, segera beraksi: ambil selang, buka keran, basah deh!

Siang hingga magrib, seluruh adegan disyut di dalam rumah, termasuk adegan di kafe. Rekayasa yang unik. Hanya dengan background payung ungu dan pengambilan close up, di teve monitor udah tampak set berubah total.


Saat mengulang take (kesekian) dan sutradara baru aja teriak, "Action!" Eh, hape yang kemasukan SMS bunyi keras sekali, "Tit-tit, tit-tit....!" Om Handry teriak lagi, "Cut!" Om Sioe sewot dan menggelegar, "Titit siapa yang bunyi, hah? Kenapa gak dimatikan?"

Semua sibuk cari hape masing-masing. Ternyata, bunyi itu berasal dari tas pinggang yang tergeletak di kursi. Tas pinggang Om Sioe. Hahaha... Ya udah, break aja. Ada yang langsung makan, ada juga yang cukup minum kopi dan menikmati aneka gorengan plus kering tempe puedes oleh-oleh Bu Maria.


Syuting dilanjut di taman belakang yang berpohon rindang hingga bisa untuk adegan jalan-jalan Fanny (Zella) dan Odi (Bayu) di jalan beneran. Ada pula gazebo untuk adegan "Rambo-ramboan" tokoh Lukas. Putra Rat Ajari yang jadi Lukas mesti rela disemproti air dan diasapi biar gambar tampak "nyeni".

Pengambilan adegan yang paling ditunggu, Odi dan Stephie hujan-hujanan, baru mulai sekitar pukul 19.30. Gerimis yang turun sore hari "sangat menjanjikan", namun sayang, tak berlanjut jadi hujan beneran. Kembalilah ke akal-akalan. Biar kelihatan deras, pakai dua selang. "Awas, miknya kesemprot!" teriak Mas Toni yang segera menurunkan mik dan membungkusnya dengan plester. Aman.

Untuk adegan itu, Bayu mesti dibasahi dulu. "Biar nggak usah akting kedinginan tapi emang bener-bener kedinginan, basahi total aja, Om..." katanya pada Om Diek. Ya udah, dia disemprot luar dalam. Yang nggak dia duga, adegan bersama Sela si Stephie itu diulang-ulang terus, baik karena gagal atau karena untuk pengambilan close up, sampai pukul 9 malam! Walhasil, Bayu katisen tur nganggo tenan.



Demi adegan utama itu, yang nonton syuting pun semangat. Dari sorak-sorak setelah Sela dan Bayu sukses berakting sampai turut bantu megangi "busa" pemantul cahaya lampu kayak Pak Anton. Guru dan direktur yang rendah hati banget deh. Tapi jangan jadi kerjaan sambilan ya, Pak. Hehehe...


Syuting yang melelahkan usai pukul 11 malam setelah take adegan ibu Stephie yang dimainkan dengan elok dan lancar oleh Mbak Naneth Nataliasari. Tampil bentar tapi mengesankan. Nggak kapok kan, Mbak?


- to be continued

Rabu, Mei 28, 2008

Horeee.... Seger Lagi!!! (2)


SYUTING berlanjut. Nggak lagi di rumah atau pasar, tapi di sekolahan: SMA Sedes Sapientiae. Skul luas dan berbangunan tua itu emang layak banget jadi lokasi syuting. Ceritanya, tokoh Fany (Margaretha Zella Cinintya), Odi (Bayu Combot), dan Arman (Deliawan Ockiardy) skul di situ. Seragamnya? Ya pinjem. Hehehe...

Selain lokasi, SMA itu juga "nyumbang" paduan suara. Pas take di kelas dan teman-teman yang tergabung dalam paduan suara nyanyiin Himne Guru, wah, merinding kabeh, terutama sutradara. Getar suara mereka sukses banget bikin siapa pun ingat jasa besar guru-guru kita.


Pak Guru Akting dan Pak Guru Asli

Setelah break makan siang (ada yang disuapin sang mama segala), syuting dilanjutin adegan demi adegan. Para "bintang" selalu kesulitan ketika mesti berakting kecewa atau sedih. Entah kenapa. Mungkin dalam kehidupan nyata, mereka emang nggak pernah menderita. Hahaha...


Menjelang sore, kamera udah mulai gak bisa tegak-gak. "Kamerane miring ki!" kata Om Sioe, si sinematografer. Itu artinya kopi panas harus segera datang. Kalau nggak, oho, bisa "naik" semua: gampang marah jika pemain nggak hafal dialog atau tukang poto "lupa daratan" hingga masuk frame dan sutradara teriak, "Cut, bocor!"

Kamis 1 Mei, lokasi pindah lagi: di warung bakso Harmoni, Banyumanik, dan di SMK Negeri 11. Yang paling menarik, Tante Dewi si pemilik mau juga main jadi kasir. Ketika "Stephie" bayar bakso, eh, kembalian belum disiapin. Cut dan take lagi deh. Lha tapi wong kasire ayu gitu, adegan nggak salah-salah amat, take diulang-ulang pun nggak ada yang protes.


Pas mau syuting di SMKN 11, aktor Teater 76 yang kedapuk jadi Om Seno (kru televisi) batuk-batuk, pucat, dan lemes. Pak Anton Bowo Wasono, guru yang juga direktur Gradasi, sigap minta Pak Purwanto Driver untuk nganter ke rumah sakit. Sore Pak Pur ngasih info, "Om Seno" bener-bener sakit, kudu opname, tapi pilih pulang ke Kudus.

Syuting dilanjut untuk adegan lain hingga menjelang magrib. Saat semua udah kelelahan, Tante Maria, ibunda Zella, datang dengan setumpuk roti dan satu tas jeruk. Gegap gempita deh yang nyambut. Horeeeee... seger lagi!!!!

Bayu in Action!
---to be continued

Selasa, Mei 27, 2008

Stephie Terjebak di Kamar Mandi (1)


BIKIN film ternyata emang nggak gampang. Nggak bisa bat-bet. Ribet banget. Sejak proses kasting, para calon pemain kudu latihan di bawah arahan Om Diek Susanto, asisten sutradara, tiap sore di SMKN 11.

Setelah jelas siapa jadi siapa, nggak bisa langsung take. Bisanya malah break karena pemain yang kebetulan kelas III SMA mesti ikut ujian nasional (yang ini jelas nggak nyambung blas).

Syukurlah, rencana syuting hari pertama Senin 28 April 2008 terlaksana. Ira Fisela Dewanti yang jadi Stephie mau bela-belain "bolos" sekolah. Karena seperumahan, dia datang bersama Om Handry TM, sang sutradara. Begitu sampai lokasi, rumah Pak Nirwanto di daerah Klipang, wajahnya langsung dipermak sama Bu Wiwik yang nanganin make up artis.

Om Harry Sioe, director of photography, datang bersama tiga kru. Karena profesional, ngobrol bentar aja dengan sutradara, langsung deh nata kamera dan lampu di ruang tamu untuk "nembak" jendela tempat Stephie menatap hujan. Tapi hari itu, jangankan hujan, mendung aja nggak. Terus? Om Diek sigap cari selang, sambung ke keran, buka, air mancar ke atas, hujan deh!

Syuting di jendela lumayan lancar. Saat pindah ke kamar, baru masalah. Berkali-kali latihan, berkali-kali take, berkali-kali diulang. Sebabnya? Nggak hanya karena akting Sela kadang-kadang kurang pas, tapi (ini yang sering), dia nggak bisa meludah saat bilang, "Cuh!" Padahal, udah disiapin engkrak segala lho.



Putra yang jadi Lukas, pacar Stephie, sering bikin geregetan juga. Lupa dialog, suara lirih, keringat deras mengucur hingga harus manggil Bu Wiwik untuk ngelap wajahnya. Lampu emang bikin panas, tapi yang paling bikin Putra gobyos bukan itu, melainkan grogi. Grogi jadi pacar cewek cantik.

Ada kejadian kecil, singkat, dan menggelikan. Saat ganti baju di kamar mandi, "Stephie" manggil-manggil. "Tolong dong..." Semua sibuk dan nggak ada yang denger kecuali Om Daktur yang emang terbiasa care (cieee). Segera dia dorong pintu kamar mandi dari luar dan terbuka. "Kok gak bisa dibuka sih?" protes Sela. Lhah, meneketehe.

Syuting yang juga nembak pasar kethek di Blok P itu berakhir pukul sembilan malam. Nggak pada langsung pulang, karena Pak Nirwan (lalu Alvin, anaknya) kluntang-klunting main kibor. Apalagi Bu Wiwik dan ibu-ibu yang lain menyanyi dengan suara menggetarkan... atap rumah. Hahaha!



-- to be continued